01 Januari
Sidongayah - Perbuatan Memperkaya Diri Dan Menyalahgunakan Wewenang Dalam Tindak Pidana Korupsi (Analisis Hukum Islam Terhadap Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 20/2001 Jo No. UU31/1999)Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Apakah delik korupsi berupa memperkaya diri dipandang atau diasumsikan lebih berat atau lebih jahat daripada delik korupsi berupa menyalahgunakan wewenang jabatan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 Jo UU No. No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Dan bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai perbuatan memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang dalam tindak pidana korupsi?. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepusakaan (library research) yaitu: penelitian dengan jalan melakukan penelitian dengan sumber-sumber tertulis. Baik berupa buku-buku fiqh kontemporer dan buku-buku yang kaitannya dengan tindak pidana korupsi. kemudian dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan deskriptif analisis, yaitu mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang sedang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Metode yang terakhir yaitu metode analisis isi (content analisis), metode ini penulis gunakan dalam bab IV (bab analisis). Metode ini dimaksudkan untuk pengambilan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan terutama dari segi hukum syar. Secara teoritis, menurut UU No. 20 Tahun 2001 Jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa delik korupsi yang berupa memperkaya diri(Pasal 2 ayat (1)) diancam dengan pidana lebih berat atau secara kumulatif, sedangkan menyalahgunakan kewenangan jabatan (Pasal 3) diancam pidana lebih ringan atau secara kumulatif alternatif. Itu berarti perbuatan memperkaya diri lebih berat dari pada menyalahgunakan wewenang. Padahal dilihat dari hakikat korupsi sebagai delik jabatan, perbuatan menyalahgunakan kewenangan jabatan(Pasal 3) dirasakan lebih berat atau lebih jahat dari pada memperkaya diri (Pasal 2 ayat (1)) setidak-tidaknya delik tersebut dipandang sama berat. Menurut penulis kententuan rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 Jo UU No. 31 Tahun 1999 tidak mencerminkan nilai keadilan terhadap perbuatan tersebut (perbuatan memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang), karena seharusnya perbuatan memperkaya diri dalam Pasal 2 ayat (1) dikualifikasikan dalam kualifikasi delik yang lebih ringan atau setidak-tidaknya sama berat dengan perbuatan menyalahgunakan wewenang jabatan dalam Pasal 3 tersebut, dengan ketentuan pidana yang sama terhadap keduanya. Dilihat dari tujuan utama berlakunya hukum adalah untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat (superioritas keadilan), maka dari itu hukum yang dibuat harus dapat memenuhi nilai-nilai keadilan bagi subyek hukum itu sendiri (baik pelaku maupun korban). Karena hukum yang baik adalah hukum yang memenuhi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Perbuatan memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang dalam tindak pidana korupsi termasuk jarimah tazir yang mana dalam jarimah tazir ini ditentukan oleh hakim atau qadhi yang telah menentukan perundang-undangan atau juga disebut qanun.
Deskripsi Alternatif :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Apakah delik korupsi berupa memperkaya diri dipandang atau diasumsikan lebih berat atau lebih jahat daripada delik korupsi berupa menyalahgunakan wewenang jabatan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 Jo UU No. No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? Dan bagaimana tinjauan hukum Islam mengenai perbuatan memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang dalam tindak pidana korupsi?. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepusakaan (library research) yaitu: penelitian dengan jalan melakukan penelitian dengan sumber-sumber tertulis. Baik berupa buku-buku fiqh kontemporer dan buku-buku yang kaitannya dengan tindak pidana korupsi. kemudian dalam hal ini penulis menggunakan metode pendekatan deskriptif analisis, yaitu mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta tata cara yang sedang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan pengaruh-pengaruh dari suatu fenomena. Metode yang terakhir yaitu metode analisis isi (content analisis), metode ini penulis gunakan dalam bab IV (bab analisis). Metode ini dimaksudkan untuk pengambilan kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan terutama dari segi hukum syar. Secara teoritis, menurut UU No. 20 Tahun 2001 Jo UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa delik korupsi yang berupa memperkaya diri(Pasal 2 ayat (1)) diancam dengan pidana lebih berat atau secara kumulatif, sedangkan menyalahgunakan kewenangan jabatan (Pasal 3) diancam pidana lebih ringan atau secara kumulatif alternatif. Itu berarti perbuatan memperkaya diri lebih berat dari pada menyalahgunakan wewenang. Padahal dilihat dari hakikat korupsi sebagai delik jabatan, perbuatan menyalahgunakan kewenangan jabatan(Pasal 3) dirasakan lebih berat atau lebih jahat dari pada memperkaya diri (Pasal 2 ayat (1)) setidak-tidaknya delik tersebut dipandang sama berat. Menurut penulis kententuan rumusan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2001 Jo UU No. 31 Tahun 1999 tidak mencerminkan nilai keadilan terhadap perbuatan tersebut (perbuatan memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang), karena seharusnya perbuatan memperkaya diri dalam Pasal 2 ayat (1) dikualifikasikan dalam kualifikasi delik yang lebih ringan atau setidak-tidaknya sama berat dengan perbuatan menyalahgunakan wewenang jabatan dalam Pasal 3 tersebut, dengan ketentuan pidana yang sama terhadap keduanya. Dilihat dari tujuan utama berlakunya hukum adalah untuk menciptakan keadilan dalam masyarakat (superioritas keadilan), maka dari itu hukum yang dibuat harus dapat memenuhi nilai-nilai keadilan bagi subyek hukum itu sendiri (baik pelaku maupun korban). Karena hukum yang baik adalah hukum yang memenuhi nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Perbuatan memperkaya diri dan menyalahgunakan wewenang dalam tindak pidana korupsi termasuk jarimah tazir yang mana dalam jarimah tazir ini ditentukan oleh hakim atau qadhi yang telah menentukan perundang-undangan atau juga disebut qanun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar