Jumat, 09 Mei 2014

Prospek Peluang Bisnis Asap Cair / Cuka Asap (Liquid Smoke)

09 Mei
Sidongayah -- Pernah dengar asap cair? Kalau belum pernah, nih tak kasih tahu… Secara sederhana, asap cair adalah asap yang dicairkan. Asap yang merupakan hasil dari proses pembakaran itu dikondensasikan, sehingga asap itu berubah menjadi berbentuk cairan. Nah, kira2 itulah asap cair.

Senyawa dominan penyusun asap cair adalah fenol. Fenol itu sendiri kita kenal untuk salah satu unsur pembersih lantai dan desinfectan. Karena unsur fenol inilah yang dapat kita gunakan di industri karet untuk meninggikan kualitas karet baik itu di tingkat petani ataupun di pabrik karetnya.

Terus apa gunanya asap cair itu? Berdasarkan referensi yang saya baca, kegunaan asap cair itu antara lain adalah:

* Sebagai penggumpal lateks atau getah karet. Dibandingkan menggumpalkan dengan asam semut, penggunaan asap cair ini lebih unggul, karena getah karet yang menggumpal menjadi tak berbau lagi. Perlu diketahui, bahwa penambahan asam semut justru memicu pertumbuhan bakteri sehingga muncul ammonia dan sulfida. Senyawa itulah yang menyebabkan getah karet yang menggumpal itu berbau busuk.
* Sebagai pengawet makanan. Asap cair (liquid smoke) merupakan pengawet makanan alami pengganti formalin, dan sebagai penghilang bau ramah lingkungan.
* Dibidang pertanian, asap cair digunakan untuk meningkatkan kualitas tanah & menetralizir asam tanah, Membunuh hama tanaman & mengontrol pertumbuhan tanaman, mempercepat pertumbuhan pada akar, batang, umbi, daun, bunga, dan buah.
* Bisa digunakan untuk mengawatkan kayu,
* Dan lain-lain…



Untuk informasi lebih jelas tentng asap cair ini, berikut ini saya kutipkan tulisan dari majalah trubus:

Satu setengah tahun tempurung kelapa itu teronggok tak terjamah. Imam Nurhidayat membiarkan limbah pengolahan VCO itu membukit. Namun, isu makanan berpengawet formalin pada 2006 membangkitkan naluri bisnisnya. Ia membakar tempurung, mengalirkan asap melalui pipa besi nirkarat, dan mengolahnya di tabung kondensasi menjadi asap cair. Kini ia memasarkan 2.300 liter dan beromzet Rp46-juta sebulan.

Tiga tahun lalu, penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan merebak. Padahal, Badan Pengawasan Obat dan Makanan melarang penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan. Sebab, formalin berdampak buruk bagi kesehatan seperti memicu depresi susunan saraf, memperlambat peredaran darah, dan kencing darah. Jebolan Universitas Islam Indonesia itu menawarkan asap cair yang terbukti aman sebagai pengganti formalin.

Imam Nurhidayat menjual asap cair Rp20.000 per liter. Asap cair hasil pembakaran tempurung kelapa. Seliter asap cair berasal dari 3 kg tempurung. Dari volume produksi 2.300 liter, 2.000 liter di antaranya terserap pasar Bandung, Semarang, dan Surabaya. Selebihnya habis terserap para pedagang mi, bakso, tahu, dan ayam potong di Yogyakarta.

Produsen mi tinggal mengencerkan asap cair murni 20 kali alias menambahkan 19 liter air bersih ke dalamnya. Jadi dari seliter asap cair murni menjadi 20 liter asap cair encer. Untuk pengawetan mi, produsen hanya menambahkan 2% asap cair encer pada adonan mi. Dengan menambahkan asap cair, mi atau bakso bertahan 2 hari pada suhu kamar. Lebih singkat memang ketimbang pengawetan dengan formalin. Namun, penggunaan asap cair sangat aman.

Serapan besar

Asap cair komoditas baru yang mulai sohor dua tahun terakhir. Produk hasil pembakaran tempurung kelapa dan kayu keras seperti bakau dan rasamala itu populer lantaran multifungsi. Produk yang mengandung senyawa asam, fenolat, dan karbonil itu antara lain bermanfaat sebagai pengawet makanan, pembeku karet, pupuk, desinfektan, antivirus, dan obat. Karena multimanfaat pantas jika pasar terbuka lebar.

Imam Nurhidayat, misalnya, baru sanggup memasok 2.300 liter dari total permintaan rutin 10 ton sebulan. Karena terbilang baru, pemain asap cair masih sedikit. Para pemain itu baru menggeluti bisnis asap cair selama 1-2 tahun.

Langka?

Peluang bisnis asap cair. Para pemain bisnis komoditas itu bergelimang laba. Namun, untuk memperoleh laba itu tak semudah memejamkan mata saat kantuk. Bagi produsen asap cair, memasarkan komoditas itu relatif sulit pada mulanya. Itu karena acap cair komoditas baru di sini. Kendala klise adalah bahan baku terbatas.

Benarkah bahan baku langka? Menurut Amrizal Idroes dari Asian Pasific Coconut Community bahan baku tempurung sebetulnya memadai. Di beberapa sentra kelapa seperti Sulawesi Utara dan Riau, bahan itu belum diolah. Direktorat Perkebunan mencatat pada 2007 luas lahan kelapa di Provinsi Riau 627.978 ha dengan produksi 456.475 ton; Sulawesi Utara, 268.737 ha (223.262 ton).

Total jenderal luas lahan kelapa Indonesia 3,8- juta ha dengan produksi 3,03-juta ton pada 2007. Selama ini sebagian besar pekebun hanya mengolah daging buah menjadi minyak. Sedangkan tempurung sekadar sebagai bahan bakar. ‘Jumlah yang diolah masih sangat kecil dibanding limbah yang dihasilkan,’ kata Dr Ir Hengky Novarianto, periset dari Balai Penelitian Kelapa dan Palma Lain. Jika kontinuitas bahan baku terjaga, bukan berarti urusan lancar?

Laba mengalir, Bisnis empuk…

Berbisnis ‘limbah’ kelapa seperti asap cair, terbukti penuh kendala. Dari hulu hingga hilir, dari produksi hingga pemasaran. Namun, ketika berbagai hambatan itu teratasi para produsen seperti Puji Wiyono menangguk laba besar. Produsen di Lampung itu memproduksi 1.200 liter asap cair per bulan. Berbagai alat seperti tungku pembakaran dan kondensasi menyita lahan seluas lapangan voli.
Setiap hari pria 42 tahun itu membakar 100 kg tempurung kelapa. Maklum, Puji memperoleh bahan baku gratis dari produsen kopra. Ia menikmati bahan baku gratis hingga 3 bulan ke depan. Puji yang sehari-hari bekerja di Politeknik Lampung itu menangguk laba bersih Rp6,6-juta per bulan.

Puji memasarkan asap cair kepada para pekebun karet di Lampung. Mereka memanfaatkan asap cair sebagai penggumpal lateks. Setidaknya 2 faedah besar mereka peroleh. Pertama, aroma busuk karet hilang. Biasanya para pekebun membekukan lateks dengan asam semut atau asam format. Penambahan asam semut justru memicu pertumbuhan bakteri sehingga muncul amonia dan sulfida yang berbau busuk.

Karena bersifat anticendawan, antibakteri, dan antioksidan maka pembekuan dengan asap cair menghilangkan bau busuk itu. Dengan asap cair, tak ada lagi protes dari masyarakat di sekitar pabrik pengolahan karet. Penggunaan asap cair juga ekonomis. Untuk menggumpalkan 200 liter getah karet, pekebun cuma perlu 1 liter asap cair. Faedah lain, kualitas meningkat lantaran karet lebih putih.

Imam Nurhidayat pernah mensurvei kebutuhan asap cair di pelelangan ikan di berbagai kota di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Pelabuhan Muaraangke, Jakarta Utara, misalnya, memerlukan 5 ton asap cair; Tuban, Jawa Timur, 5,7 ton per hari. ‘Rata-rata sebuah pelabuhan ikan memerlukan 5 ton asap cair per hari. Ini pasar potensial untuk menjual asap cair,’ kata Imam Nurhidayat.

Sebagai produsen asap cair, Puji Wiyono juga memperoleh 2 produk sampingan berupa: tar dan arang aktif. Puji tak perlu lagi mengeluarkan biaya produksi untuk memperoleh keduanya. Tar terkumpul dan keluar melalui kran sebelum asap memasuki tangki kondensasi karena bobot jenis lebih tinggi ketimbang asap. Setiap bulan pria kelahiran 6 Juni 1966 itu menuai 300 liter tar yang habis diborong para produsen kusen.

Tar bermanfaat mengawetkan kayu lantaran bersifat antirayap. Dengan harga jual Rp6.000 per liter, tambahan labanya mencapai Rp1,8-juta per bulan. Satu produk tambahan lagi adalah arang aktif yang mencapai 750 kg per bulan. Harga jual arang itu Rp3.000 per kg sehingga mempergemuk rekeningnya hingga Rp2,25-juta saban bulan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar