Cerita Kelihaian Bung Karno Hadapi Spionase Asing
22 November
Sidongayah - Menyikapi
penyadapan Australia terhadap telepon selulernya, Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) nampaknya harus belajar banyak dari Bung Karno.
Ponsel Bung Karno memang tidak pernah disadap (karena sampai matinya,
alat komunikasi model begitu belum ada) tetapi sang proklamator menjadi
orang yang sampai senjakala kekuasaannya selalu dimatai-matai asing,
khususnya Amerika Serikat (AS).
Bahkan tuduhan bahwa Surat
Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) adalah puncak dari kudeta merangkak
yang dilakukan Soeharto, semakin jelas dengan adanya dokumen Central
Intelligence Agency (CIA), agen rahasia AS. Telegram rahasia dari
Kedubes AS di Jakarta kepada Departemen Luar Negeri AS, sehari
pasca-penerbitan Supersemar, menyatakan: "Indonesia baru saja
melancarkan sebuah kudeta militer (military coup)."
Oleh kudeta
merangkak, Bung Karno memang akhirnya jatuh dari kursi kekuasaannya.
Namun, soal menghadapi spionase CIA, pemimpin besar revolusi itu
jagonya.
Pernah pada 1958, saat pemberontakan PRRI/Permesta
bergolak, Bung Karno menunjukkan kelihaiannya dalam mengelola konflik
dengan AS akibat tertangkapnya Allen Lawrence Pope, agen CIA yang
membantu para perongrong republik.
Pope tertangkap dalam usahanya
mengebom armada gabungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
dengan pesawat pembom B-26 Invader Auref (Angkatan Udara Revolusioner),
tujuh mil lepas pantai Tanjung Alang, tak jauh dari Kota Ambon. Pemboman
itu gagal. Pope berhasil ditembak jatuh, meski akhirnya selamat berkat
parasut yang mengembang dan kemudian ditangkap tentara republik.
Tidak seperti agen CIA lain, dalam aksinya Pope sengaja membawa
sejumlah identitas dalam pesawat. Pelanggaran prosedur CIA oleh Pope ini
akhirnya yang justru memudahkan ABRI membuktikan bahwa ada Amerika di
balik aksi sang mata-mata.
Tahu agennya tertangkap dalam
keadaan tidak 'bersih', AS mulai cuci tangan agar tidak kehilangan muka
dari Bung Karno, yang dikenal tidak berpihak ke Blok Timur maupun Barat.
Semua cara dilakukan pemerintahan AS di bawah Presiden Eisenhower untuk
membantah keterlibatan negaranya dalam spionase itu, meski semua bukti
akhirnya berkata lain.
Melihat hal itu, Bung Karno justru
memanfaatkan kondisi Amerika yang lagi gelagapan. Bung Karno bahkan
menyebutkan adanya kemungkinan bantuan dari sukarelawan-sukarelawan
penerbang Cina, musuh AS dan mencuatnya Perang Dunia III.
Gertakan Bung Karno itu terbukti ampuh. Washington akhirnya bersikap
ramah terhadap republik. Dalam waktu lima hari, permintaan Indonesia
agar dapat mengimpor beras dengan pembayaran rupiah, disetujui.
Tidak hanya itu, bola politik pun benar-benar dimainkan oleh Bung
Karno. Penahanan Pope bahkan diulur untuk mendapatkan manfaat
keramahtamahan diplomasi AS.
Hasilnya, embargo senjata terhadap
republik dicabut. Kemudian, AS juga segera menyetujui pembelian senjata
juga berbagai suku cadang yang dibutuhkan ABRI termasuk suku cadang
pesawat terbang AURI. Seketika itu juga dukungan AS terhadap pemberontak
PRRI/Permesta dihapuskan.
Yang tak kalah menarik dari kisah
Pope ini adalah ucapan si penerbang ketika dia ditangkap: "Biasanya
negara saya menang, tapi kali ini kalian menang."
'Menang'
selalu ada di halaman depan kamus Bung Karno. Lalu, bisakah Presiden SBY
menang melawan spionase asing (Australia) yang telah menyadapnya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar