31 Agustus
Kondisi perekonomian nasional akhir-akhir ini tengah mengalami gejolak akibat lemahnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat serta anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan sejak beberapa pekan lalu akibat kebijakan The Fed soal Quantitative Easing jilid III.
Kondisi ini mengundang perhatian semua pihak. Termasuk mantan Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie. Seperti diketahui, Habibie pengalaman saat krisis ekonomi melanda Indonesia pada 1998. berbekal pengalaman dan pengetahuannya, Habibie punya pesan khusus menghadapi gejolak ekonomi saat ini.
Habibie mengatakan, pemerintah Indonesia harus menggenjot produksi dalam negeri dengan melakukan peningkatan nilai tambah. Caranya dengan mengurangi impor dan perkuat produksi dalam negeri.
"Jadi bisa diperhitungkan, misalnya kalau keadaan Rupiah melemah, yang menguntungkan adalah produksi dalam negeri dan dia dibendung untuk yang datang dari luar negeri. Maksudnya kalau bahannya datang dari luar negeri dan digunakan ke sini tentunya impor jadi mahal. Tapi kalau produksi dalam negeri bahan bakunya semua di sini dan dapat nilai tambah itu akan meningkatkan produksi dalam negeri," ujar Habibie yang ditemui dalam acara Pengukuhan Gelar Kehormatan Perekayasa Utama di gedung BPPT, Jakarta, Senin (26/8).
Dia menegaskan, semua kebijakan pemerintah harus pro terhadap rakyat, sehingga tidak membuat rakyat menderita dengan kondisi ekonomi saat ini. Melemahnya nilai tukar Rupiah yang terus terjadi hingga saat ini, merupakan tanggung jawab Bank Indonesia sebagai penjaga stabilitas mata uang.
"Yang sebenarnya bertanggung jawab adalah BI, perubahan apapun itu jangan sampai terjadi tak dapat diperhitungkan, kalau itu tak dapat diperhitungkan, maka itu mengganggu nilai tukar, mengganggu inflasi. Karena kalau sudah tidak bisa diperhitungkan, kayak gambling saja, ini harus dihindari," tegas dia.
Terlepas dari itu, Habibie mengapresiasi langkah pemerintah untuk cepat mengatasi kondisi ekonomi yang sedang bergejolak. Dia juga berpesan agar kondisi saat ini tidak digunakan oleh pihak-pihak yang ingin memperkaya diri.
"Saya pesan satu, hal ini jangan disalahgunakan oleh yang tidak berkepentingan dengan meningkatkan kualitas hidupnya," tegasnya.
Habibie mengatakan, pemerintah Indonesia harus menggenjot produksi dalam negeri dengan melakukan peningkatan nilai tambah. Caranya dengan mengurangi impor dan perkuat produksi dalam negeri.
"Jadi bisa diperhitungkan, misalnya kalau keadaan Rupiah melemah, yang menguntungkan adalah produksi dalam negeri dan dia dibendung untuk yang datang dari luar negeri. Maksudnya kalau bahannya datang dari luar negeri dan digunakan ke sini tentunya impor jadi mahal. Tapi kalau produksi dalam negeri bahan bakunya semua di sini dan dapat nilai tambah itu akan meningkatkan produksi dalam negeri," ujar Habibie yang ditemui dalam acara Pengukuhan Gelar Kehormatan Perekayasa Utama di gedung BPPT, Jakarta, Senin (26/8).
Dia menegaskan, semua kebijakan pemerintah harus pro terhadap rakyat, sehingga tidak membuat rakyat menderita dengan kondisi ekonomi saat ini. Melemahnya nilai tukar Rupiah yang terus terjadi hingga saat ini, merupakan tanggung jawab Bank Indonesia sebagai penjaga stabilitas mata uang.
"Yang sebenarnya bertanggung jawab adalah BI, perubahan apapun itu jangan sampai terjadi tak dapat diperhitungkan, kalau itu tak dapat diperhitungkan, maka itu mengganggu nilai tukar, mengganggu inflasi. Karena kalau sudah tidak bisa diperhitungkan, kayak gambling saja, ini harus dihindari," tegas dia.
Terlepas dari itu, Habibie mengapresiasi langkah pemerintah untuk cepat mengatasi kondisi ekonomi yang sedang bergejolak. Dia juga berpesan agar kondisi saat ini tidak digunakan oleh pihak-pihak yang ingin memperkaya diri.
"Saya pesan satu, hal ini jangan disalahgunakan oleh yang tidak berkepentingan dengan meningkatkan kualitas hidupnya," tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar