30 Juli
Sidongayah NEWS -- Pernahkah kamu mendengar...
PAN adalah Islam, dan Islam adalah PAN?
PPP adalah Islam dan Islam adalah PPP?
Pendek kata Partai Islam adalah Islam dan Islam adalah Partai Islam.
Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?. Hingga dengan mudah menyatakan PKS adalah Islam dan Islam adalah PKS.
PAN adalah Islam, dan Islam adalah PAN?
PPP adalah Islam dan Islam adalah PPP?
Pendek kata Partai Islam adalah Islam dan Islam adalah Partai Islam.
Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?. Hingga dengan mudah menyatakan PKS adalah Islam dan Islam adalah PKS.
Pernahkah kamu dituduh menyerang PKB sama dengan menyerang Islam; menyerang PBB beararti menyerang Islam ? Pendek kata menyerang Partai Islam sama saja menyerang Islam.
Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?. Hingga dengan mudah menyatakan menyerang PKS berarti ingin menghancurkan Islam.
Apa dipikir Indonesia hanya punya satu partai Islam, namanya PKS?. Hingga dengan mudah menyatakan menyerang PKS berarti ingin menghancurkan Islam.
Pernahkan kamu mendengar orang yang tidak suka dengan Gus Dur, lalu dicap sebagai kafir; menghujat Yusril Ihza Mahendra langsung dibilang dajjal; menyerang Amin Rais atau Hatta Rajasa, serta merta langsung dicap antek zionis; menghujat Al Amin Nasution, kader PPP yang korupsi itu, langsung dituding pembenci Islam. Apa dipikir Indonesia hanya punya satu tokoh Islam namanya Lutfi Hasan Ishaq. Hingga dengan mudah menyatakan menyerang LHI berarti kafirin.
Pembelaan yang membabi buta semacam ini, mengambarkan sifat sombong dan keangkuhan. Seolah hanya PKS yang memegang kendali dan kebenaran atas Islam. Seolah Allah menyerahkan sebagian kuasa-Nya kepada PKS, untuk menjadi Nabi baru. Padahal PKS hanyalah partai politik bukan Agama. Sama sebangun dengan partai Islam lainnya.
Apalagi jika ditelusuri jejak sejarah, PKS hanya sekedar “tamu” di Indonesia. Sungguh takjub, ada tamu dapat bertindak tidak sopan dengan “tuan rumah”. Mengapa dibilang “tamu”? Kenyataannya seperti itu. Memang PKS itu siapa? Bila orang-orang PKS berkebangsaan Indonesia, itu benar. Tetapi aliran dan ajaran PKS suatu yang asing bagi kita bangsa Indonesia. PKS itu ajaran asing yang kebetulan mampir di Indonesia. Kalau tidak percaya, cobalah telusuri satu per satu partai Islam di Indonesia.
PAN didirikan oleh orang Muhammadiyah. Dan gerakan Muhammadiyah sudah ada sebelum kemerdekaan. PKB didirikan oleh kaum Nahdiyin. Dan ormas NU sudah ada sebelum kemerdekaan. PBB atau PBR jelmaan dari Masyumi. Dan Masyumi sudah ada sebelum kemerdekaan. PPP lahir tahun 70an awal, fusi dari partai-partai Islam.
Lalu PKS berakar kemana? Tidak ada. PKS mengacu kepada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Padahal di tahun 1940an, Masyumi yang merupakan gabungan dari 8 organisasi massa Islam, sudah sejajar kedudukannya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir atau dengan Partai Jama’atul Islam di Pakistan.
PAN didirikan oleh orang Muhammadiyah. Dan gerakan Muhammadiyah sudah ada sebelum kemerdekaan. PKB didirikan oleh kaum Nahdiyin. Dan ormas NU sudah ada sebelum kemerdekaan. PBB atau PBR jelmaan dari Masyumi. Dan Masyumi sudah ada sebelum kemerdekaan. PPP lahir tahun 70an awal, fusi dari partai-partai Islam.
Lalu PKS berakar kemana? Tidak ada. PKS mengacu kepada gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Padahal di tahun 1940an, Masyumi yang merupakan gabungan dari 8 organisasi massa Islam, sudah sejajar kedudukannya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir atau dengan Partai Jama’atul Islam di Pakistan.
Lalu coba tanya kepada orang Muhammadiyah di PAN, siapa panutan mereka. Paling disebut Ahmad Dahlan atau Ki Bagus Hadikoesomo. Tanya lagi kepada orang NU di PKB. Pasti akan muncul nama KH Hasyim Asyari atau KH Masjkur. Kepada Yusril, siapa panutannya. Tidak lain akan menyebut M. Nasir. Lalu kepada orang PKS, siapa panutannya. Akan keluar nama Hasan Al Banna atau Yusuf al-Qaradhawi. Siapa lagi ini?. Orang Indonesia kah? Orang PKS tidak bisa menyebut nama tokoh Islam di Indonesia. Karena mereka hanya tamu disini. Ketika Yusril sering disebut Natsir muda, orang PKS tidak mau ketinggalan. Mereka mencoba mengidentikan Anis Matta sebagai Sukarno muda.
Apa ngga keblinger. Apa sambungan ideologi dan ajarannya. Ketidakmampuan mengacu kepada tokoh Indonesia, sangat wajar. Karena ajaran PKS milik orang Mesir yang kebetulan mampir di Indonesia. Bagi saya, buat apa import pemikiran dari Mesir, kalau di Indonesia sudah begitu banyak ulama dan kaum intelektualnya. Toh, agamanya sama. Tuhannya sama. Kitab sucinya sama dan Rasulnya pun sama. Akan halnya tokoh Islam di Indonesia juga belajar dari pemikiran tokoh Islam dari berbagai negara tetapi tidak menjadi rujukan tunggal.
Karena PKS jelmaan orang Mesir di Indonesia, tidak heran perilakunya asing bagi bangsa kita. Supaya dibilang lebih “Islami” kalau ngomong harus banyak pake bahasa Arabnya. Padahal bagi santri pesantren NU, bahasa Arab jadi makanan sejak kecil. Tetapi para kiai NU, terutama di daerah Jawa, lebih suka pakai bahasa Jawa saat berkhotbah. Saat membacakan shalawat Rosul. Bukan berati tokoh seperti Nurcholis Madjid tidak bisa berbahasa Arab. Bahasa Ibrani saja, dia tahu.
Tapi tidak menjadi sok Islami, tiap sebentar ngomong Arab. Jangan dikira orang Muhammadiyah dan NU, tidak fasih kajian Al Quran dan Haditsh. Tetapi tidak mau riya, tiap sebentar kutip ayat supaya dibilang orang Islam kaffah.
Apa ngga keblinger. Apa sambungan ideologi dan ajarannya. Ketidakmampuan mengacu kepada tokoh Indonesia, sangat wajar. Karena ajaran PKS milik orang Mesir yang kebetulan mampir di Indonesia. Bagi saya, buat apa import pemikiran dari Mesir, kalau di Indonesia sudah begitu banyak ulama dan kaum intelektualnya. Toh, agamanya sama. Tuhannya sama. Kitab sucinya sama dan Rasulnya pun sama. Akan halnya tokoh Islam di Indonesia juga belajar dari pemikiran tokoh Islam dari berbagai negara tetapi tidak menjadi rujukan tunggal.
Karena PKS jelmaan orang Mesir di Indonesia, tidak heran perilakunya asing bagi bangsa kita. Supaya dibilang lebih “Islami” kalau ngomong harus banyak pake bahasa Arabnya. Padahal bagi santri pesantren NU, bahasa Arab jadi makanan sejak kecil. Tetapi para kiai NU, terutama di daerah Jawa, lebih suka pakai bahasa Jawa saat berkhotbah. Saat membacakan shalawat Rosul. Bukan berati tokoh seperti Nurcholis Madjid tidak bisa berbahasa Arab. Bahasa Ibrani saja, dia tahu.
Tapi tidak menjadi sok Islami, tiap sebentar ngomong Arab. Jangan dikira orang Muhammadiyah dan NU, tidak fasih kajian Al Quran dan Haditsh. Tetapi tidak mau riya, tiap sebentar kutip ayat supaya dibilang orang Islam kaffah.
Dalam pergaulan sehari-hari, orang-orang PAN, PKB, PPP, atau PBB tidak canggung berdiskusi dan berdialog dengan umat agama lain. Bahkan tidak pernah menyebut umat lain dengan perkataan kafir atau dajjal, apalagi sesama Muslim. Ya, karena mereka sadar. Yang membedakan hanya agama saja, tetapi tetap sebagai satu bangsa Indonesia. Apakah tidak ada perdebatan diantara aliran Islam ini. Wow, sejak zaman dahulu, masalah khilafiyah terus saja diperdebatkan. Dari soal Qunut, Hisab atau Rukyah, ziarah kubur, dan lain-lain. Paling banter hanya keluar kata “bid’ah”. Tidak ada tudingan satu sama lain yang mengatakan dajjal atau kafir. Dan tidak ada yang mengatakan satu sama lain, ingin menghancurkan Islam.
Lalu ada tamu namanya PKS, bisa lebih hebat ketimbang tuan rumah. Merasa paling Islam di Indonesia. Padahal cuma numpang hidup di Indonesia. Mau “mengIslamkan orang Islam”. Waduh, hebat bener. Jadi aliran agama yang jadi tuan rumah, dianggap bukan mengajarkan Islam. Itu kan sama saja, mau meng-Islam-kan orang NU, mau meng-Islam-kan orang Muhammadiyah, mau meng-Islam-kan orang Persis; mau meng-Islam-kan orang Masyumi. Misalnya tentang hijab yang dikenakan para Nyai. Apa dikira para Kiai buta huruf. Tidak bisa baca ayat Al Qur’an, Haditsh dan kaji Fiqh. Padahal itulah yang “dimakan” setiap hari di pesantren.
Kenapa dibilang numpang hidup? Karena ajaran ini tidak punya akar di Indonesia. Ajaran ini tidak bisa tumbuh sendiri, tanpa mengantung hidup di pohon yang sudah ada. Seperti benalu. Ajaran ini bisa tumbuh besar, jika pohonya berakar kuat dan besar juga. Indonesia mayoritas penduduknya Muslim. Dan sudah tumbuh pohon seperti Muhammadiyah, NU, Masyumi, Perti. Dari sanalah PKS numpang hidup dan jadi benalu. Coba pikir, apa bisa ajaran Mesir ini tumbuh besar di Australia, India atau Birma. Dimana penduduk muslimnya minoritas. Apa bisa tumbuh besar ? bisa jadi Partai hebat seperti di Indonesia? Padahal kalau benar mau menyebarkan misi Islam, justru di negara non Muslim lah menjadi sasaran utama. Tetapi, karena sifatnya benalu. Tidak akan bisa tumbuh besar.
Lalu ada tamu namanya PKS, bisa lebih hebat ketimbang tuan rumah. Merasa paling Islam di Indonesia. Padahal cuma numpang hidup di Indonesia. Mau “mengIslamkan orang Islam”. Waduh, hebat bener. Jadi aliran agama yang jadi tuan rumah, dianggap bukan mengajarkan Islam. Itu kan sama saja, mau meng-Islam-kan orang NU, mau meng-Islam-kan orang Muhammadiyah, mau meng-Islam-kan orang Persis; mau meng-Islam-kan orang Masyumi. Misalnya tentang hijab yang dikenakan para Nyai. Apa dikira para Kiai buta huruf. Tidak bisa baca ayat Al Qur’an, Haditsh dan kaji Fiqh. Padahal itulah yang “dimakan” setiap hari di pesantren.
Kenapa dibilang numpang hidup? Karena ajaran ini tidak punya akar di Indonesia. Ajaran ini tidak bisa tumbuh sendiri, tanpa mengantung hidup di pohon yang sudah ada. Seperti benalu. Ajaran ini bisa tumbuh besar, jika pohonya berakar kuat dan besar juga. Indonesia mayoritas penduduknya Muslim. Dan sudah tumbuh pohon seperti Muhammadiyah, NU, Masyumi, Perti. Dari sanalah PKS numpang hidup dan jadi benalu. Coba pikir, apa bisa ajaran Mesir ini tumbuh besar di Australia, India atau Birma. Dimana penduduk muslimnya minoritas. Apa bisa tumbuh besar ? bisa jadi Partai hebat seperti di Indonesia? Padahal kalau benar mau menyebarkan misi Islam, justru di negara non Muslim lah menjadi sasaran utama. Tetapi, karena sifatnya benalu. Tidak akan bisa tumbuh besar.
Ditambah lagi ajaran orang Mesir ini, berubah menjadi Partai Politik. Sifat benalu bertambah menjadi sifat bunglon. Tidak ada yang jadi pegangan utama. Selain mau merebut kekuasaan. Aneh, tidak punya peran dalam sejarah kemerdekaan dan mendirikan negara ini, malah mau merebut kekuasaan. Apa sifatnya bunglonnya? Lihat saja. Masuk ke perkotaan dimana sudah ada tuan rumah Muhammadiyah disitu, pura-pura jadi Muhammadiyah.
Masuk ke desa, yang banyak kaum Nahdiyin, pura-pura juga ikut dalam tradisi NU. Yang lebih tragis bukan hanya itu. Masuk dan ingin merangkul kaum abangan. Dimana banyak golongan nasionalis disitu. Jadi orang nasionalis juga. Ikut teriak Merdeka juga. Ikut muji Sukarno juga. Mau merebut basis Golkar, mulai merapat ke keluarga Suharto. Meskipun Amin Rais, capres dari tokoh Islam, diacuhkan malah mendukung Wiranto. Agar bisa dekat dengan tentara.
Lihat saat Wiranto dan Yusuf Kalla gagal masuk putaran kedua, secepat kilat mendukung SBY. Lalu bilang ke SBY, bahwa PKS sudah kerja keras peluh keringat memenangkan SBY, supaya dapat jatah Menteri. Dengan penuh semangat tak tahu malu, saat posisi SBY masih kuat, bilang komitmen dengan koalisi dan menjadikan SBY sebagai imam. Kini, saat SBY melemah, berbalik menyerang SBY. Ya, itulah sifat bunglon dan benalu. Tamu yang tidak tahu malu.
Tamu yang bangga bisa menjadi orang Mesir. Untuk menutup kedok ajaran Mesir, bilang membawa ajaran Islam Kaffah. Malu menyebut diri sebagai bangsa Indonesia. Tetapi doyan dengan kekuasaan yang ada di Indonesia.
Masuk ke desa, yang banyak kaum Nahdiyin, pura-pura juga ikut dalam tradisi NU. Yang lebih tragis bukan hanya itu. Masuk dan ingin merangkul kaum abangan. Dimana banyak golongan nasionalis disitu. Jadi orang nasionalis juga. Ikut teriak Merdeka juga. Ikut muji Sukarno juga. Mau merebut basis Golkar, mulai merapat ke keluarga Suharto. Meskipun Amin Rais, capres dari tokoh Islam, diacuhkan malah mendukung Wiranto. Agar bisa dekat dengan tentara.
Lihat saat Wiranto dan Yusuf Kalla gagal masuk putaran kedua, secepat kilat mendukung SBY. Lalu bilang ke SBY, bahwa PKS sudah kerja keras peluh keringat memenangkan SBY, supaya dapat jatah Menteri. Dengan penuh semangat tak tahu malu, saat posisi SBY masih kuat, bilang komitmen dengan koalisi dan menjadikan SBY sebagai imam. Kini, saat SBY melemah, berbalik menyerang SBY. Ya, itulah sifat bunglon dan benalu. Tamu yang tidak tahu malu.
Tamu yang bangga bisa menjadi orang Mesir. Untuk menutup kedok ajaran Mesir, bilang membawa ajaran Islam Kaffah. Malu menyebut diri sebagai bangsa Indonesia. Tetapi doyan dengan kekuasaan yang ada di Indonesia.
Jika tokoh PPP, PKB, PAN, PBB seperti Yusril, Gus Dur, Amin Rais bisa dengan gamblang bicara tentang konsep kenegaraan Indonesia. Tentang hukum, ekonomi, kesejangan sosial, pluralisme, Pancasila, hutang luar Negri.
Sebaliknya orang PKS gagap. Hanya bisa mengutip ajaran Mesir. Agar lebih sedap, ditambah sedikit ayat suci dan cukilan Hadish.
Maka jangan heran jika perilaku orang Mesir ini, aneh dan asing di mata kita. Ambil contoh kasus saja tentang korupsi dan KPK. Sebelumnya sudah banyak orang PPP, PKB, PAN yang ditangkap KPK. Tidak ada yang bilang KPK itu zionis atau antek Amerika. Padahal partai ini, partai Islam juga. Mereka lebih tunduk dan patuh pada penegakan hukum. Ya, karena orang partai ini, mengerti hukum di Indonesia. Beda sekali, ketika orang PKS ditangkap KPK. Sifat orang Mesir nya keluar. Tuding sana, tuding sini. Sruduk sana sruduk sini. Kita sampai heran dibuatnya. Mau gimana lagi, memang itu watak orang Mesir. Seperti watak turunan Firaun. Mana mereka mengerti hukum di Indonesia. Wong mereka tamu. Numpang hidup di Indonesia.
Sebaliknya orang PKS gagap. Hanya bisa mengutip ajaran Mesir. Agar lebih sedap, ditambah sedikit ayat suci dan cukilan Hadish.
Maka jangan heran jika perilaku orang Mesir ini, aneh dan asing di mata kita. Ambil contoh kasus saja tentang korupsi dan KPK. Sebelumnya sudah banyak orang PPP, PKB, PAN yang ditangkap KPK. Tidak ada yang bilang KPK itu zionis atau antek Amerika. Padahal partai ini, partai Islam juga. Mereka lebih tunduk dan patuh pada penegakan hukum. Ya, karena orang partai ini, mengerti hukum di Indonesia. Beda sekali, ketika orang PKS ditangkap KPK. Sifat orang Mesir nya keluar. Tuding sana, tuding sini. Sruduk sana sruduk sini. Kita sampai heran dibuatnya. Mau gimana lagi, memang itu watak orang Mesir. Seperti watak turunan Firaun. Mana mereka mengerti hukum di Indonesia. Wong mereka tamu. Numpang hidup di Indonesia.
Saya lebih bangga jadi bangsa Indonesia ketimbang jadi jelmaan orang Mesir.
(Di upload dari : @Ilham DTT Yudhistira)
(Di upload dari : @Ilham DTT Yudhistira)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar